Dampak negatif yang ditimbulkan inilah yang mendasari hukum petasan termasuk barang haram. Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banyuwangi, Nur Chozin menghatakan, petasan itu lebih besar mudlarat-nya dari pada manfaat yang diperoleh. ''Sehingga dengan sendirinya, hukum petasan menjadi tidak boleh atau haram," kata Dosen Fakultas Syari'ah, STAI Ibrahimy Genteng itu.
Chozin menambahkan, sesuai dengan bunyi kaidah fiqih, yaitu dar'ul mafasith, muqodamun ala jalbil masholih (mencegah mafsadath atau mudlarat itu didahulukan, dari pada mengambil kebaikan, Red). Sedangkan kembang api, menurutnya hukumnya juga tetap sama. ''Sepanjang mudlorotnya lebih besar dari pada manfaat, maka hukumnya tetap nggak boleh," tandas hakim Pengadilan Agama Banyuwangi itu.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Banyuwangi KH Ali Makki Zaini. Dia mengatakan, haramnya petasan karena bisa berdampak mudlarat bagi pengguna dan orang lain. ''Dasarnya, laa dhlarara walaa dhirara (mudlarat bagi orang lain dan dirinya sendiri)," tuturnya.
Bagaimana mengukur mudlarat tersebut? Dia mengatakan, mengukurnya tentu tidak bisa ditentukan oleh setiap orang. Melainkan berdasarkan adat yang berlaku di masyarakat. ''Nah adat atau urfinas-nya yang berlaku selama ini bagaimana? Ternyata petasan membahayakan. Sehingga dengan sendirinya, petasan menjadi haram," tandas pria yang akrab disapa Gus Makki itu.
Dia berharap, agar semua pihak sebaiknya menghindari membuat, menjual, membeli dan membunyikan petasan. ''Pertimbangannya jelas. Lebih banyak mudlarat yang ditimbulkan oleh petasan," pungkasnya. (azi/bay)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
He lare kadung riko duwe komentar nang isun ojo sungkan-sungkan tulisen paran anane baen ya !