Wisata sekaligus Mempertahankan
Kelestarian Penyu
Teluk Hijau di Meru Betiri dengan pondokan sederhana untuk wisatawan
(atas).
BANYUWANGI – USAI beduk maghrib, tepatnya pukul 18.32 petang, langkah Wartono tampak menyusuri jalan setapak yang membelah hutan lindung Pantai Sukamade. Kedua tangan pria asal Sumedang yang telah 12 tahun mengabdikan diri sebagai petugas Jaga Wana Taman Nasional Meru Betiri itu tampak menenteng lampu baterai dan ember plastik.
Sesampainya, di pantai Sukamade, Ismanto memberi isyarat kepada Wartono. Dan, serombongan wisatawan itu, hanya diizinkan bergerombol 100 meter dari arah sang penyu yang hendak bertelur. Begitu melihat sang penyu terdiam tak mengipaskan keempat kakinya, Wartono pun mengangkat langkahnya ke arah binatang berpunggung keras itu. ”Sekarang, boleh menyalakan lampu baterai,” katanya, memberi isyarat pada serombongan wisatawan untuk mendekat ke tempat ”petarangan” sang penyu.
Takut Cahaya
Melihat penyu bertelur, kelompok wisatawan tampak berebut mengabadikan lewat kamera fotonya maupun handycam. Mereka saling bergantian menyentuh punggung keras sang penyu. Inilah atraksi kasih sayang antara manusia dengan sang penyu. Begitu selesai bertelur, sang penyu kembali beraktivitas. Keempat kakinya, bergantian mengipas pasir ke arah lubang ”petarangan” telurnya. Menutup lubang sedalam 60 cm, memang memakan waktu. Penyu yang usianya sekitar 25 tahun itu, perlu waktu 35 menit untuk menutup lubang telur.
Setelah itu, sang hewan langka itu pun mengayunkan langkahnya ke arah laut lepas. ”Kami yang bertugas di sini, wajib mengawal penyu hingga ke bibir laut. Jika tidak, terkadang penyu terjebak potongan kayu atau tergelincir hingga terbalik. Kecelakaan itu, bisa menewaskan penyu,” ujar Wartono.
Setelah yakin berenang ke laut, Wartono pun kembali ke arah kawan-kawannya yang sedang menggali lubang telur. Lubang yang sebelumnya ditandai tonggak bambu itupun, digali perlahan. Wartono pun memimpin menghitung telur. Sekali bertelur, penyu mampu bertelur 140 hingga 200 butir. Tengah malam itu pula, telur penyu itu dibawa Wartono ke bangunan semacam bunker. Di dalamnya, tampak terlihat 112 ember plastik penuh telur penyu. Tampak pula lima ember besar berisi air laut, yang di dalamnya terdapat tukik (anak penyu) usia sepekan.
”Jika ada wisatawan, kami akan melepas tukik ke tengah laut. Tak jarang, wisatawan ikut mengangkat ember dan melepas tukik ke pasir pantai,” tutur Wartono. Dan, pelepasan tukik itu merupakan sebuah atraksi lain yang cukup memikat para wisatawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
He lare kadung riko duwe komentar nang isun ojo sungkan-sungkan tulisen paran anane baen ya !